Jumat, 14 Agustus 2009

Membagi Peran Politik


Bagaimana Kang Said melihat NU dan politik?

Politik itu penting. Tetapi berbicara NU Khittah, harus dijaga sebatas mana kiprah berpolitiknya sehingga NU tetap terselamatkan. Kalah atau menang NU-nya tetap selamat. Berhasil atau gagal, NU-nya harus selamat. Silahkan Khofifah Indarparawansa ingin jadi gubernur, Saifullah Yusuf jadi wakil Gubernur, Pak Hasyim Muzadi mencalonkan wakil presiden dan lain-lain. Pasti niatnya baik yakni demi kebesaran NU. Niat sudah baik, tapi harus iringi pula misi menyelamatkan kebesaran dan kemuliaan NU.

Katakanlah menang. Tapi apakah kemenangan dapat membawa kemaslahatan NU. Apakah bila tokoh NU menjabat jabatan publik lalu nasib jamaah akan “katut” menjadi sejahtera. Jangan pula ketika tokoh NU menjadi pemimpin, justru lebih memperburuk citra NU.

Dewasa ini apa yang berkembang di tubuh NU terkait dengan pelaksanaan khittah?

Sebetulnya ada dua kelompok motivasi NU dalam memandang Khittah. Ada yang benar-benar memandang khittah karena emosional lantaran tersakiti oleh pihak lain. Kelompok ini cenderung akan mudah kembali lagi ke kiprah politik. Sementara kelompok yang murni khittah akan tetap betahan dan konsisten menjaga agar NU tidak terlibat secara praktis.

Sebaiknya bagaimana?

Kalaupun bermain politik mestinya main yang cantik. Harus ada manajemen politik yang baik. Masing-masing harus memainkan peran bersinergi yang menguntungan NU. Misalnya, yang “main politik” jangan ketua umum. Bisa saja didelegasikan kepada ketua bidang politik. Kelemahan kita yang pemain politiknya justru top leader. Ketika permainan dilakukan ketua umumnya, hal yang negatif terdampak secara langsung.

Sisi lain adalah regenerasi dan kaderisasi. Yang tua harus mempersilahkan generasi muda. Kekurangan Pak Hasyim Muzadi jauh dengan yang muda. Sampai terlibat polemik di media massa dan dibaca orang luar dengan Saifullah Yusuf. Dia terbawa emosi sehingga bersikap tidak etis.

Perbincangan apa yang belakangan mendominasi pengurus dan kader NU, terutama di Gedung PBNU yang megah itu?
Saat ini justru kondisi PBNU memprihatinkan. Kantor PBNU sepi dari aktifitas intelektual. Sekarang yang dibicarakan selalu politik, politik, dan politik praktis. Menjadi pembicaraan keseharian, siapa yang “dapat” dan dapat apa, lalu siapa kalah dan siapa yang menang. Memprihatinkan.

Soal transparansi juga tidak ada. Kini saatnya NU menuju era manajemen yang baik. Ternyata tidak ada kemajuan PBNU. Dari sisi manajemen organisasi dan kesekretariatan yang belum ada perubahan. Kesimpulannya, walaupun NU dipandang besar. Mayoritas. 40 juta katanya, namun didalam keropos. Kalau saya menjadi ketua umum, akan serahkan peran-peran strategis kepada anak muda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar